Sabtu, 09 Maret 2019

Lima Puluh Detik Berlalu

~Lima Puluh Detik Berlalu~


Mentari bersinar terang, awan berubah bentuk ada yang bilang bentuknya kucing. aku harap bentuknya ikan ^_^ detik demi detik berlalu entah angin mengubah haluannya juga engkau berubah hatinya. sekira dapat terpantau jelas aku menatap sebatang pohon di kejauhan sana.
ada kala dedaunannya terhempas dan terbawa terbang oleh angin, andai saja bisa mendekati pohon itu mungkin sejuk,ya. asri pohon ini tak lepas akan waktu, kadang terkekang usia bisa lapuk dan patah. sejak menari dalam hembusan sepoyan angin pohon ini seperti mengatakan sesuatu kepadaku ; "dear kamu, apa kabarmu ? dan sedang apa kamu di sini ? aku akan menemanimu tapi aku tak bisa merangkulmu." hati ini merasa ada yang aneh jika menjawab pertanyaan pohon ini, ah sudahlah ini hanya pohon yang labil, terhembus angin ia pun juga mengikutinya, haruskah aku menjawabnnya ? tentu saja tidak ; "wahai pohon, mengapa kau tetap tinggi menatap sang matahari itu, kan panas ?" pasti pohon itu takkan menjawabnya, mungkin karena aku lebih labil darinya.

Sepuluh detik berlalu, seraya meningglakan pohon sendiri itu yang mungkin ia juga merasa bosan dengan sekitarnya yang termasuk diri ini itu beberapa alasan dari aku meninggalkannya. sampai saat terdengar suara dari sebelah kanan tangan ku sekitar 20meter, sekawanan burung pipit ini bersiul, yang hendak mengajakku bermain bersama mereka.
beberapa dari mereka menjauh karena takut juga karena aneh dengan kehadiran diri ini, hendaknya mengirm sepucuk surat tuk dikirmkan ke seseorang dengan burung pipit ini. apa daya guna pun tak ada siapa-siapa, bersiul pertama tidak bisa dan kemudian bantuan dari yang ahli mendengarkannya sehingga bisa. kehidupan ini menarik tapi tak semerdu siul-an pipit ini seperti jeritan rakyat yang ingin merasakan merdeka dari belenggu kemiskinan. aku bertanya-tanya kembali jikalau burung pipit ini bicara apa yang hendak ia jelaskan pada diri ini. tapi kali ini takkan ku dengarkan, karena belajar bersiul dengannya itu membuat waktu lebih menarik dan tidak bermanfaat. haruskah aku tanyakan bagaimana bisa membuat siul-an dengan paru-paru yang sekecil itu ? tak usah dijawab pipit itu akan menghabiskan energi mu untuk mempelajari bahasa kami, cukup wakil rakyat saja yang mendengarkan keluhan kami. akhirnya beberapa kawannya pun menghampiri diri yang aneh ini setelah sekian detik berlalu, sambil membawakan hadiah dan menaruhnya di kepalaku, "itu rampun padi dari hasil curian mu,ya" "ini tak perlu" ungkapku. mereka pun ku usir menjauh dan terbang kesana kemari seperti tak tau arah mana yang akan dituju, ada dari sebagian mereka yang bilang "aku akan ke arah selatan" "aku ke arah utara" "aku ke arah mana" kata sekawanan burung pipit. "pergiii!!!" "hhhhrrrrrrrryyyaaaaahh!!!" kataku sambil menggerakkan orang-orangan.

Empat puluh koma tiga puluh detik pun berlalu, menapakkan kaki di bumi ini berjalan sambil menyapa orang sekitar dan tidak ada pengumuman kali ini, hanya saja lelah jejak langkah ini yang menghentikan perjalanan ku hari ini. Empat puluh koma lima puluh sembilan detik, nol koma satu detik ini ingin ku manfaatkan seberharga mungkin, supaya ada yang kan dibawa tua nanti. selembar kertas bertuliskan dua ribu Rupiah Bank Indonesia yang ada di dalam saku kiri ku pun ku tarik keluar dan memberikannya kepada yang membutuhkan itu kang parkir, "terimakasih om" ungkapku. ah, kiranya ini memberikan keberhargaan walaupun sedikit.

Tepat lima puluh detik berlalu...
sempat jenuh kadang ragu....
sesaat berbeda pendapat untuk satu....
berdiri tegaklah tuk menjadi yang nomor satu...