Senin, 26 April 2021

Pujangga

#Selayang Pandang


Dalam hening malam ini, terlantun sebait pantun 'buah delima merah isinya, dijual di pasar oleh mamang sulam, kalau bunyi ramai itu siang namanya, kalau hening sepi itu namanya malam', ah sudahlah, itu hanya sebait yang berarti satu makna kalau banyak dan tinggi maknanya menjadi sebukit.



Suguhan hangat kopi mungkin, pas. Percaya lah, itu hanya khayalan saja. Pujangga pun tau yang pas itu hanya 'kamu'. Di paragraf ke-2 ini judulnya jadi, hangat kopi di hening malam, tapi ini malam siapa ? Atau, pertanyaannya jadi begini, ini kopi siapa ? Baiklah, cukup sebatas gula saja pemanisnya, jika diperkirakan pertanyaan nya jadi begini, ini gula siapa ? Kalau ditambah pemanis yang lain, susu misalkan, okaaayy, paragraf ke-2 selesai sampai di susu, eh di misalkan maksud nya.



Masih tetap hening, selip kilat terlihat, barangkali mau hujan, oh bukan, itu hanya sinar lampu senter dari mamang ronda malam. Sekarang sering ada ronda malam, sebab sudah banyak kejadian kehilangan di sekitar desa ini. Baiklah, bertanyalah si fulan 'desa ini itu apa ?' wah, sepertinya si fulan ini mengigau, seharusnya dia bertanya 'apa itu desa ini ?' atau 'ini desa apa itu ?' Wah, kali ini saya yang mengigau.



Jaga malam-malam mu. Dirikan lah sholat bersama ngaji mu. Hanya di ingat mungkin ini malam terakhir mu. Kadang terbangun malam, ada apa ? Tanya nya, ada haus di sela tenggorokan. Bukan, ada Allah yang membangunkan. Selayaknya pujangga yang selalu berharap 'kamu' dan memberi kata2 manis 'untukmu', maka tidak salahnya jika pujangga mencari do'a di tengah malam untuk melamarmu.

Intermezzo....

Selasa, 23 Maret 2021

Sang Pembela

Ada sebuah cerita, cerita dari sang pembela. Dia seorang yang riang gembira akan tetapi sekarang dia sedang gundah gulana, apa penyebabnya ? Bukan karna patah cinta atau jatuh cinta, ini juga bukan cerita romansa. Sekali tertawa, sekeliling nya akan bahagia, oh itu sebab dia tertawa penuh setia. Dikala mencari sapa hanya ada luka, membekas di hatinya dengan makna. Semua menganggap biasa bahkan dicerca, ternyata jadi yang luar biasa tidak cukup hanya canda dan harus tetap Istiqomah dijalan NYA. Pembela tak harus mati matian dengan kata, sebab kata hanya milik pujangga yang selalu mencari arti cinta. Pembela tersebut penuh harap di kala senja, sebab maghrib akan tiba, untuk apa berharap yang tiada. Ia hanya ingin memunajat kan do'a. Pagi berganti siang terlewati, lelah dengan hela nafas yang belum terobati dari si pembela. Hari berganti bulan dilewati akhir tahun terhenti, kini dia hanya menanti, menanti sang malaikat membawa mati, bertanya lah seseorang, 'apakah dia tetap tersenyum setia ?' jawabnya ya, sebab lantunan kata laa illaa ha illallah, muhammadar rasullulah telah terpatri didalam hati.