Minggu, 31 Maret 2019

Dalam Kesempatan Akhir

Dalam Kesempatan Terakhir



Di setiap waktu kadang berusaha keras hingga tak mengenal langit. Dari mana awal mulanya sudah tak tampak lagi, bersiap menuju arah depan benderang. Harap banyaknya begitu sampai dimana akhirnya strategi mula juga digunakan kembali. Sekitar setengah abad yang lalu, pernah ada cerita romansa namun cerita akhir yang memukul bathin. Tanyanya harus kah merelakan atau di relakan ? , Seperti ini kesempatan terakhirnya. Diantara beberapa cerita setengah abad lalu menjelang masa reformasi Indonesia, beberapa cerita perjuangan maju dari krisis ekonomi global, dengan strategi berimbang memecahkan problema itu, sepertinya itu kesempatan terakhirnya jika tidak maka akan terpuruk negaranya.

Perhelatan beberapa minggu kedepan juga akan seperti kesempatan terakhirnya untuk semua WNI, jika tidak maka negaranya akan terpuruk. Kembalikan cerita ini ke lingkup jiwa dan bathin, hati dan perasaan, kecewa dan terluka semua nya karena cinta. Sepakat cinta menghubungkan ke segala arah, ada yang bilang bisa merubah kesempatan menjadi kesampaian. Sepihak hanya seper setengah juga sper empat, berarti jikalau kesempatan akhir boleh dikatan tak berpihak karena adanya perubahan. Waktu ini menunjukkan pukul 11.07 WIB, "ada sesuatu yang perlu kah?", Kata sahabat. "Ada beberapa hal yang ingin diselesaikan, mungkin ada yang bisa dibantu?" Seseorang menanyakan kembali ke sahabat tersebut, sebut saja sahabat tersebut "bunga" (ooops) mainstream dengab sebutan bunga, coba dengan "kembang".

"Kita weekend hangout ke kebun kopi, mau ya ?" Ajak kembang. "Belum pernah kesana juga, boleh deh, bang" 😄 seseorang menyapa akrab kembang dengan sebutan "bang". Seseorang ini terlihat weird, iya akan disebutkan dengan "jeankayla". "So, prepare yak 20 menit kedepan on going ya kay" lanjut kembang. Akhirnya pun pergilah, jeankayla punya beberapa kesempatan diantara 20 menit yang lalu untuk memberikan ungkapan tak bisa sebab ada beberapa hal yang akan di selesaikan. Waktu yang berlalu begitulah tanpa ada rasa cemas dihilangkan oleh rasa ingin tau jeankayla. Jeankayla terpuruk dengan beberapa bal yang harus dikerjakan hingga menenggelamkan waktu malam hingga fajar menjenguk. Lelah terjadi padanya hingga kantuk pun menyiksa, kira-kira akankah kembang menemui dan membantu ? Jawabnya tidak, sebab kembang memiliki hal serupa dengan jeankayla, mengapa tak di urungkan niatan rasa ingin tau kebun kopi ? Jawabnya sebab ingin tau apakah di kebun kopi tersebut ada kopinya. Kesempatan akhirnya mereka terdiam dikebun kopi merasa setelah dikebun kopi ingin memetik buah kopi mengolah dan meraciknya sehingga menjadi kopi buatan sendiri yang nikmat. Tak ada kopi pun disekitar sana hanya beberapa tumbuhan liar dan satu pohon kelapa saja, kopi pun berubah menjadi es kelapa.

Perubahan mempunyai maksud tersendiri yang berlaku bagi diri sendiri, dapat mengubah hal yang lain jika perubahan memiliki andil yang besar.kapan perubahan berubah arah, ketika waktu yang digunakan sebaik mungkin, dengan menentukan waktu yang tepat maka perubahan bisa berubah arah menjadi sesuatu yang hepi ending. Sebagiannya mendapatkan keindahan sebagian berkata tidak ada hanya biasa biasa saja, nikmati serangkaian waktu buat dan berikan hal yang terbaik maka perubahan ada pada kesempatan akhir.

Minggu, 24 Maret 2019

Berlalu Bukan Selalu

~Berlalu bukan Selalu~


       Keindahan malam membuat tenang jagat raya. Bintang bertaburan, cahaya rembulan bersinaf terang, hampir tak terlihat padam cahaya gemerlap lampu perkotaan. Ini keadaan beberapa daerah sekitarnya, mampu menampung bebeapa hangatnya malam ini.

       Akan berlalu jika embun terhampar serta fajar pun akan datang. Entah jam menunjukkan pukul berapa, ingin terdiam merasakan waktu terus berjalan terasa cepat juga terasa lama bagi sebagiannya. Ini batas dimana manusia juga mesti berubah kian malas menjadi rajin dalam hal apapun, ingatkan pada semua kaki berjalan pasti terasa lelah. Berlalu lelahnya sehingga sampai pada apa yang ditujukan takkan berhenti pada apa yang halang rintangan mencoba. Semoga kita sepakat akan masa depan yang cerah, oleh kita dan untuk semua.

      Keberadaan ku di bagain barat indonesia ini mencari sesuatu, dengan doa dan usaha menggapai hal yang besar. Di daerah ini kadang hening kadang pula bising, sebab ada proyek pemerintah yang dilakukan. Seraya membuka pintu depan dan menghela nafas panjang ku ucap "Alhamdulillah" nafas ku masih lega. Ini malam yang selalu berbeda seperti petir kadang menggerumuh kadang menggelegar, ingin ku lihat beberapa sudut desa ini, takut, cemas, membuatku terdiam selalu berharap disana akan ada kang bakso yang masih berjualan. Sudahlah, hati ini berkata, mungkin suatu saat nanti saja, Air liur ini terhela akhirnya.

       Sesaat selalu ada yang bisa dilakukan, misalnya membuat beberapa bab untuk laporan, tapi ini tak bisa, sebab ada hal yang terlewakan sebelumnya. Ini bukan penundaan hanya saja tindakan prioritas penting dan yang paling penting, kerja saja bukan kerja paksa. Tak tau apa, makanya selalu bertanya bukan dibiarkan berlalu begitu saja. Ada yang bilang "kesempatan tidak datang untuk yang kedua kalinya" maka usahakan "datang yang kedua kalinya tidak untuk kesempatan" tetapi "kesampaian". Tuhan semesta alam pun tau kesanggupan ku pada hal ini, oleh sebab itu berlalu itu tidak selalu menyesalkan.

       Dalam akhir penulisan, penempatan yang lebih baik dalam pengembangan diri ku, kalian dan mereka. Tak harus memperhitungkan banyak hal, tak mesti "bold" untuk menerangkan karakter penulisan, kretek filter juga "bold". Alangkah indahnya bisa menjaga malam ini dengan membagikan tulisan pendek ini, dan ini bukan bait "surat untuk starla" juga bukan pesan "dilan" pada "milea". Malam kadang memberi arti mendalam untuk berlalu atau selalu.

Sabtu, 09 Maret 2019

Lima Puluh Detik Berlalu

~Lima Puluh Detik Berlalu~


Mentari bersinar terang, awan berubah bentuk ada yang bilang bentuknya kucing. aku harap bentuknya ikan ^_^ detik demi detik berlalu entah angin mengubah haluannya juga engkau berubah hatinya. sekira dapat terpantau jelas aku menatap sebatang pohon di kejauhan sana.
ada kala dedaunannya terhempas dan terbawa terbang oleh angin, andai saja bisa mendekati pohon itu mungkin sejuk,ya. asri pohon ini tak lepas akan waktu, kadang terkekang usia bisa lapuk dan patah. sejak menari dalam hembusan sepoyan angin pohon ini seperti mengatakan sesuatu kepadaku ; "dear kamu, apa kabarmu ? dan sedang apa kamu di sini ? aku akan menemanimu tapi aku tak bisa merangkulmu." hati ini merasa ada yang aneh jika menjawab pertanyaan pohon ini, ah sudahlah ini hanya pohon yang labil, terhembus angin ia pun juga mengikutinya, haruskah aku menjawabnnya ? tentu saja tidak ; "wahai pohon, mengapa kau tetap tinggi menatap sang matahari itu, kan panas ?" pasti pohon itu takkan menjawabnya, mungkin karena aku lebih labil darinya.

Sepuluh detik berlalu, seraya meningglakan pohon sendiri itu yang mungkin ia juga merasa bosan dengan sekitarnya yang termasuk diri ini itu beberapa alasan dari aku meninggalkannya. sampai saat terdengar suara dari sebelah kanan tangan ku sekitar 20meter, sekawanan burung pipit ini bersiul, yang hendak mengajakku bermain bersama mereka.
beberapa dari mereka menjauh karena takut juga karena aneh dengan kehadiran diri ini, hendaknya mengirm sepucuk surat tuk dikirmkan ke seseorang dengan burung pipit ini. apa daya guna pun tak ada siapa-siapa, bersiul pertama tidak bisa dan kemudian bantuan dari yang ahli mendengarkannya sehingga bisa. kehidupan ini menarik tapi tak semerdu siul-an pipit ini seperti jeritan rakyat yang ingin merasakan merdeka dari belenggu kemiskinan. aku bertanya-tanya kembali jikalau burung pipit ini bicara apa yang hendak ia jelaskan pada diri ini. tapi kali ini takkan ku dengarkan, karena belajar bersiul dengannya itu membuat waktu lebih menarik dan tidak bermanfaat. haruskah aku tanyakan bagaimana bisa membuat siul-an dengan paru-paru yang sekecil itu ? tak usah dijawab pipit itu akan menghabiskan energi mu untuk mempelajari bahasa kami, cukup wakil rakyat saja yang mendengarkan keluhan kami. akhirnya beberapa kawannya pun menghampiri diri yang aneh ini setelah sekian detik berlalu, sambil membawakan hadiah dan menaruhnya di kepalaku, "itu rampun padi dari hasil curian mu,ya" "ini tak perlu" ungkapku. mereka pun ku usir menjauh dan terbang kesana kemari seperti tak tau arah mana yang akan dituju, ada dari sebagian mereka yang bilang "aku akan ke arah selatan" "aku ke arah utara" "aku ke arah mana" kata sekawanan burung pipit. "pergiii!!!" "hhhhrrrrrrrryyyaaaaahh!!!" kataku sambil menggerakkan orang-orangan.

Empat puluh koma tiga puluh detik pun berlalu, menapakkan kaki di bumi ini berjalan sambil menyapa orang sekitar dan tidak ada pengumuman kali ini, hanya saja lelah jejak langkah ini yang menghentikan perjalanan ku hari ini. Empat puluh koma lima puluh sembilan detik, nol koma satu detik ini ingin ku manfaatkan seberharga mungkin, supaya ada yang kan dibawa tua nanti. selembar kertas bertuliskan dua ribu Rupiah Bank Indonesia yang ada di dalam saku kiri ku pun ku tarik keluar dan memberikannya kepada yang membutuhkan itu kang parkir, "terimakasih om" ungkapku. ah, kiranya ini memberikan keberhargaan walaupun sedikit.

Tepat lima puluh detik berlalu...
sempat jenuh kadang ragu....
sesaat berbeda pendapat untuk satu....
berdiri tegaklah tuk menjadi yang nomor satu...