#Selayang Pandang
Dalam hening malam ini, terlantun sebait pantun 'buah delima merah isinya, dijual di pasar oleh mamang sulam, kalau bunyi ramai itu siang namanya, kalau hening sepi itu namanya malam', ah sudahlah, itu hanya sebait yang berarti satu makna kalau banyak dan tinggi maknanya menjadi sebukit.
Suguhan hangat kopi mungkin, pas. Percaya lah, itu hanya khayalan saja. Pujangga pun tau yang pas itu hanya 'kamu'. Di paragraf ke-2 ini judulnya jadi, hangat kopi di hening malam, tapi ini malam siapa ? Atau, pertanyaannya jadi begini, ini kopi siapa ? Baiklah, cukup sebatas gula saja pemanisnya, jika diperkirakan pertanyaan nya jadi begini, ini gula siapa ? Kalau ditambah pemanis yang lain, susu misalkan, okaaayy, paragraf ke-2 selesai sampai di susu, eh di misalkan maksud nya.
Masih tetap hening, selip kilat terlihat, barangkali mau hujan, oh bukan, itu hanya sinar lampu senter dari mamang ronda malam. Sekarang sering ada ronda malam, sebab sudah banyak kejadian kehilangan di sekitar desa ini. Baiklah, bertanyalah si fulan 'desa ini itu apa ?' wah, sepertinya si fulan ini mengigau, seharusnya dia bertanya 'apa itu desa ini ?' atau 'ini desa apa itu ?' Wah, kali ini saya yang mengigau.
Jaga malam-malam mu. Dirikan lah sholat bersama ngaji mu. Hanya di ingat mungkin ini malam terakhir mu. Kadang terbangun malam, ada apa ? Tanya nya, ada haus di sela tenggorokan. Bukan, ada Allah yang membangunkan. Selayaknya pujangga yang selalu berharap 'kamu' dan memberi kata2 manis 'untukmu', maka tidak salahnya jika pujangga mencari do'a di tengah malam untuk melamarmu.
Intermezzo....